Apa yang Terjadi di Suriah Dampak Konflik Politik Lama, Bukan Masalah Agama

Jumat 20 Dec 2024 - 12:40 WIB
Reporter : Adi Trio Setiawan
Editor : Adi Trio Setiawan

 

KoranRadarSeluma.Net – Dalam upaya mempertahankan stabilitas negara Indonesia, penting untuk memahami bahwa banyak narasi yang berkembang seringkali membingkai seruan jihad dalam konteks yang sangat sempit termasuk konflik Suriah. 

Konflik yang terjadi di Timur Tengah seringkali dipolitisasi banyak pihak yang berusaha memanfaatkan isu-isu agama untuk kepentingan kelompoknya. Seperti yang tengah terjadi di Suriah, banyak narasi jihad dan khilafah di Indonesia untuk menarik masyarakat pergi ke negeri konflik. 

Menyoroti konflik internal yang terjadi di Suriah hingga mengakibatkan tergulingnya Presiden Bashar Al-Assad, dan relevansinya terhadap masyarakat Indonesia, alumnus Suriah Najih Arromadloni, memberikan penjelasannya. 

BACA JUGA:DPR Kaji Formula Pilkada Melalui DPRD hingga Kans Jokowi Gabung Demokrat

BACA JUGA:Cegah Politik Uang, Komisi II DPR Kaji Formula Tepat Kepala Daerah Dipilih DPRD

Menurutnya, apa yang terjadi di Suriah adalah dampak dari konflik yang sudah lama mendera negara tersebut. 

“Kelompok seperti Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah berupaya mengeksploitasi ketidakpuasan masyarakat dengan membingkai perjuangan mereka sebagai jihad. Namun, tindakan mereka lebih berkaitan dengan ambisi politik daripada murni keagamaan,” ujar Gus Najih, panggilan karibnya, di Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Gus Najih menambahkan bahwa destabilisasi yang terjadi di Suriah menunjukkan bagaimana radikalisasi dapat memicu konflik berkepanjangan dan mengorbankan banyak nyawa. Tatanan sosial yang sebelumnya telah terbangun dirusak oleh kelompok HTS (Hayat Tahrir Al-Sham), sehingga menciptakan ketegangan antara kelompok-kelompok agama yang berbeda.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh kelompok HTS dan yang sejenis didasarkan pada ideologi radikalisme. Radikalisme sendiri sering muncul dari pemahaman yang sempit mengenai ajaran agama yang dianut kelompok atau bahkan orang tertentu. Hal ini tentu menodai makna jihad itu sendiri, yang sebenarnya sangat luas karena ia mencakup segala bentuk kebaikan yang dilakukan dengan kerja keras.

BACA JUGA:Cegah Politik Uang, Komisi II DPR Kaji Formula Tepat Kepala Daerah Dipilih DPRD

BACA JUGA: Buka Pintu Lebar bagi Jokowi Jadi Kader, Golkar: Kami Menunggu Saja

“Jihad tidak selalu bicara soal peperangan. Upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik melalui pendidikan, ekonomi, dan sosial juga dianggap sebagai bagian dari jihad yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan edukasi tentang makna jihad yang sejati untuk menghindari narasi yang menyimpang,” tegas Gus Najih soal konflik di Suriah.

Ia mengungkapkan bentuk penyimpangan pada istilah jihad seringkali bisa ditemukan pada kepentingan politik praktis yang menggunakan istilah atau simbol keagamaan secara serampangan. Hal ini sengaja dimunculkan untuk memberikan kesan atau branding bahwa hanya kelompoknya lah yang paling benar atau pantas, sementara yang lainnya salah. 

Lebih lanjut, Gus Najih mengatakan penyimpangan narasi yang menggunakan istilah keagamaan ini yang justru mencederai hubungan yang erat antara negara dan agama. Gus Najih yang juga berperan sebagai seorang pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, menjelaskan bahwa sebenarnya relasi antara agama dan negara itu adalah saling melengkapi. 

Kategori :