Menurut penuturan masyarakat sekitar, Dlundung memiliki kaitan dengan legenda pewayangan Pandawa Lima, yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.
Di atas air terjun, konon terdapat petilasan Pandawa Lima yang oleh masyarakat setempat disebut pringgondani Pandawa Lima.
Pringgondani ini berasal dari kata “pring” (bambu), “nggon” (tempat), dan “dani” (memperbaiki). Secara keseluruhan, kata tersebut memiliki arti tempat untuk memperbaiki diri, biasanya dengan bertapa.
Di area pringgondani tersebut, terdapat lima makam yang dipercaya sebagai petilasan Pandawa Lima.
Namun, ada atau tidaknya jasad para tokoh pewayangan tersebut di dalam makam tidak dapat dipastikan. Walau begitu, ini tidak menyurutkan niat orang-orang untuk bertapa.
Menurut sejarahnya, kawasan ini dulunya berada di bawah kekuasaan Singosari lalu Majapahit. Selepas bertapa, para prajurit biasanya akan turun untuk mandi di air terjun.
Sebelum dikenal dengan nama Dlundung, air terjun ini mulanya memiliki nama Grenjengan. Namun, entah bagaimana caranya, nama air terjun justru berubah menjadi Dlundung.
Meski begitu, kedua kata tersebut memiliki arti serupa.“Grenjengan” berarti air yang turun dari atas ke bawah, sementara Dlundung berasal dari kata “glundung” (gelinding), sebagaimana air itu menggelinding dari atas ke bawah.