Selain itu, laba Antam disokong oleh kenaikan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) emas sebesar 16% qoq dan nikel 7,2% qoq. “Ditambah, keuntungan dari selisih kurs sebesar Rp 316 miliar atau naik 22% qoq. Itu sekitar 20% dari laba sebelum pajak,” tulis Farras dalam risetnya, baru-baru ini.
Tetapi, menurut dia, margin EBITDA emiten berkode saham ANTM tersebut turun 880 bps yoy menjadi 5,6% pada semester I-2024. Penurunan itu akibat penjualan bijih nikel yang lebih rendah sebesar 3,4 juta wmt atau terpangkas 46% yoy. Selain itu, ASP ANTM tergerus 29,5% yoy menjadi US$ 36,3/wmt.
“Larangan ekspor bauksit dan kenaikan provisi sebesar Rp 244,3 miliar pada semester I-2024 juga semakin merugikan profitabilitas,” sebut Farras.