Koranradarseluma.net - Kasus kematian Adelia Meysa (23) seorang TKW asal Desa Kampai, Kecamatan Talo Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Tampaknya menjadi pintu terbukanya dugaan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penipuan berkedok pemberangkatan tenaga kerja ke Jepang di Kabupaten Seluma. Pada Senin, 17 November 2025 pagi. Sejumlah keluarga korban, termasuk kerabat almarhumah dan orang tua dari rekan-rekan seangkatannya, resmi mendatangi Mapolres Seluma untuk membuat laporan.
Warga yang melapor tidak hanya berasal dari Desa Kampai saja, akan tetapi juga dari sejumlah desa lainnya di Kecamatan Talo. Mereka mengadukan praktik penipuan dan penyalahgunaan kewenangan. Hingga dugaan perekrutan tenaga kerja secara ilegal yang diduga dilakukan oleh sebuah agensi dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang selama ini menawarkan program kerja ke Jepang.
Salah satu pelapor yakni Eko Aprianto (39) warga Desa Serambi Gunung yang juga masih memiliki hubungan keluarga dengan almarhumah Adelia Meysa mengungkapkan bahwa, dua adiknya turut diberangkatkan ke Jepang dalam angkatan yang sama dengan almarhumah, sekitar tiga tahun lalu. Namun sejak tiba di Jepang, kehidupan keduanya jauh dari harapan.
"Posisi dua adik saya masih di Jepang. Kondisinya kini mereka terlantar oleh pihak agensi pemberangkatan yang sama dengan almarhumah Adelia. Sudah sekitar tiga tahunan di Jepang, tapi sampai sekarang tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka justru sering minta kiriman uang dari kami untuk hidup sehari-hari," kata Eko.
Dirinya juga menambahkan, pihak agensi sebelumnya menjanjikan pekerjaan pasti dan gaji layak. Serta jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Namun hingga kini, janji tersebut tidak pernah terealisasi. Kondisi itu membuat beban ekonomi keluarga semakin berat karena mereka harus terus mengirimkan uang setiap bulan agar kedua adiknya dapat bertahan hidup di Negeri Sakura.
Selain dugaan TPPO, empat warga dari desa lain turut melaporkan kasus penipuan kepada agensi pemberangkatan. Mereka mengaku mengalami kerugian setelah anak-anak mereka gagal berangkat ke Jepang meski telah menyetorkan sejumlah uang yang tidak sedikit.
Salah satu pelapor lainya, Damri Syo’a warga Desa Talang Panjang menuturkan bahwa, anaknya telah menyetorkan uang sebesar Rp 70 juta kepada pihak agensi dan LPK. Uang itu diklaim sebagai biaya persiapan dan keberangkatan. Namun hingga kini, pemberangkatan tak pernah terealisasi.
"Kami berempat melaporkan kasus penipuan yang dialami anak kami. Uang Rp 70 juta sudah disetor ke agensi dan LPK. Tapi anak kami gagal berangkat. Padahal mereka menjanjikan uang kami akan dikembalikan dua kali lipat jika tidak jadi berangkat. Sampai sekarang sepeser pun tidak kami terima," terang Damri.