Dirjen AHU, Sebut Data Beneficial Ownership, Bermanfaat untuk Hukum dan Bisnis yang Sehat
Kemenkumham--radarseluma.bacakoran.co
Koranradarseluma.net - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham Cahyo R Muzhar mengatakan data beneficial ownership (BO) atau pemilik manfaat akhir dari suatu korporasi, berguna bagi pengembangan bisnis dan penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Cahyo, transparansi data kepemilikan perusahaan penting untuk melawan korupsi, pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan keuangan lainnya, termasuk pemulihan aset
Cahyo menyampaikan hal tersebut pada acara bertajuk “The Regional Peer Exchange on Advancing Anti-Corruption in Southeast Asia through Beneficial Ownership Transparency” di Jakarta, Kamis (15/8/2024). Acara tersebut merupakan hasil kerja sama antara United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) World Bank, Open Ownership (OO), dan Ditjen AHU Kemenkumham.
"Data BO atau beneficial ownership sangat bermanfaat untuk pengembangan bisnis dan penegakan hukum di Indonesia," ujar Cahyo kepada wartawan, Kamis (15/8/2024).
Secara bisnis, kata Cahyo, data BO diperlukan agar pihak yang berbisnis dengan korporasi di Indonesia mengetahui pemilik manfaat akhir dari korporasi tersebut. Hal ini untuk mencegah melakukan bisnis dengan entitas yang terlibat dalam tindak pidana.
"Efeknya, Indonesia akan mendapatkan kepercayaan dunia, khususnya pada saat Indonesia ingin mengembangkan dan memacu perekonomian. Tentu investor pada saat ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan bahwa uangnya tidak tercampur dengan hasil tindak pidana," jelas dia.
Dari kepentingan hukum, kata Cahyo, data BO bermanfaat bagi aparat penegak hukum dalam melakukan proses hukum, seperti penyidikan, penuntutan, eksekusi, baik tindak pidana umum, tindak pidana khusus, maupun tindak pidana transnasional antarnegara. Data BO, kata dia, memudahkan penelusuran tindak pidana seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan proliferasi nuklir.
Apalagi, kata Cahyo, Indonesia saat ini sedang dalam proses evaluasi Bank Dunia terkait kemudahan berusaha sehingga ada perlu menyeimbangkan kemudahan investasi di Indonesia dengan keamanan berbisnis.
Sejak 2018, Ditjen AHU telah mengelola data BO dari seluruh jenis korporasi di Indonesia secara elektronik. Selain itu, kata dia, sejak menjadi anggota Satgas Aksi Keuangan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme atau Financial Action Task Force (FATF) pada akhir 2023, Indonesia sudah mulai dinilai FATF soal cara mengelola basis data pemilik manfaat akhir korporasi.
Sementara itu, Crime Prevention and Criminal Justice Officer UNODC/StAR, Badr El Banna mengatakan pihaknya memberikan apresiasi kepada Ditjen AHU Kemenkumham yang sudah mempunyai layanan BO dalam bentuk aplikasi digital.
El Banna menambahkan, ada 191 negara yang dinaunginya, menerapkan aturan standar UNODC. “BO sangat penting untuk pengembangan bisnis dalam perspektif manfaat dalam penegakan hukum,” kata dia.