Radar Seluma.Bacakoran,co
Banner BI

Protes, Warga Komunitas Adat Serawai Semidang Sakti, Gelar Ritual Adat Depan Kantor PTPN VII Unit Talo-Pino

Ritual adat, digelar warga masyarakat-Eldo Fernando-Koranradarseluma.net

Koranradarseluma.net - Belasan warga komunitas adat dari Serawai Semidang Sakti yang ada di Desa Pering Baru Kabupaten Seluma menggelar ritual adat di depan kantor PT Perkebunan Nusantara VII perwakilan Bengkulu, Senin,  (17/3).

Menurut Tahardin, salah seorang perwakilan masyarakat adat, ritual khas Serawai ini merupakan tradisi leluhur mereka yang ditujukan untuk memberikan hukuman kepada siapa pun yang telah melakukan kejahatan berupa mencuri atau merampas hak orang lain.

Dalam praktiknya, lanjut Tahardin, biasanya orang yang terkena hukuman akan diarak keliling kampung dan kepalanya di beri Tajuak atau kalung yang sengaja dibuat dari untaian benda yang telah dicuri atau dirampas oleh pelakunya.

"PTPN VII telah merampas tanah kami. Dan ini terjadi sudah lebih 30 tahun. Jadi sebagai simbol. Kami buatkan kalung dari segala tanaman yang pernah kami tanam sejak zaman nenek kami. Dan itu dirampas oleh PTPN VII," kata Tahardin.

Pia Tulaini, seorang tokoh perempuan Serawai yang ikut hadir dalam ritual mengatakan, bahwa praktik kejahatan yang telah dilakukan oleh PT PN VII sudah membuat masyarakat adat di Pering Baru kehilangan tanah dan kehidupan mereka.

Para perempuan kesulitan memenuhi pangan dan kebutuhan tanaman obat yang dahulu banyak di wilayah adat mereka. "Kini semua habis berganti sawit. Jangan harap bisa cari obat-obatan di hutan lagi," ujar perempuan yang juga berprofesi sebagai dukun melahirkan ini.

Nahadin, tokoh masyarakat adat Serawai di Semidang Sakti, mengaku sudah sejak 1800 nenek moyang mereka mendirikan kampung dengan nama Mapadit. Permukiman ini terletak di hamparan tanah yang berada di dekat aliran sungai Aiak Peghing Kanan dan Aiak Peghing Kidau.

Mereka berladang atau membuat umo daghat di daerah Sungai Landangan yang kini berada tak jauh dari Desa Pering Baru. Wilayah inilah yang kini kerap dituding oleh PT PN VII sebagai wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan mereka.

"Sisa tanaman kopi, bekas sawah, semua masih ada. Kurang bukti apalagi kalau itu bukan tanah leluhur kami. Tapi masih dianggap milik PT," kata Nahadin.

Karena itu, bagi Nahadin, tak ada alasan bagi perusahaan untuk menuduh mereka telah menduduki atau menguasai HGU perusahaan.

"Jangan pernah tuduh kami maling. Mereka yang sebenarnya merampas tanah dan wilayah masyarakat adat Serawai," katanya.

Sementara itu, Perwakilan masyarakat adat Serawai yang mendatangi kantor PTPN VII di Kota Bengkulu juga mendesak agar penegak hukum membebaskan seorang pelajar SMKN 3 Seluma yang bernama Anton dan kakaknya Kayun dari tuduhan telah mencuri sawit milik PT PN VII.

"Apa yang dicuri. Kalau pohonnya tumbuh di atas tanah kami sendiri. Ini jahat sekali. Apalagi kalau sampai diputuskan bahwa anak-anak kami mencuri di tanah neneknya sendiri," kata ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Serawai, Zemi Sipantri.

Menurut Zemi, tudingan yang telah dibuat oleh PT PN VII, merupakan bentuk kriminalisasi sekaligus intimidasi agar masyarakat adat Serawai yang bertahan di wilayah adatnya untuk tidak lagi menjaga tanah mereka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan