Tak Ingin Capres Terlalu Banyak, DPR Pelajari Plus Minus Presidential Threshold Nol Persen
Tak Ingin Capres Terlalu Banyak, DPR Pelajari Plus Minus Presidential Threshold Nol Persen--
koranradarseluma.net - Wakil Ketua Komisi DPR RI Aria Bima mengatakan pihaknya akan mempelajari plus minus putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen.
Menurutnya, presidential threshold nol persen berpeluang besar memunculkan calon presiden yang sangat banyak pada pemilihan presiden (pilpres) sehingga hal ini harus dipelajari dengan baik.
"Kita juga tidak ingin nanti calon presidennya terlalu banyak. Misalnya pemilu diikuti oleh 18 partai politik, nanti pilpres juga bisa-bisa 18 calon presiden. Apakah mungkin 18 calon presiden berkontestasi di dalam putaran pertama, baru kemudian putaran kedua terjadi koalisi? Nah ini yang tentu menjadi plus minusnya," ucapnya di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan Komisi II DPR akan membahas putusan MK terkait penghapusan presidential threshold nol persen. Disampaikanya, DPR tidak akan langsung setuju putusan tersebut, tetapi akan ada catatan-catatan pertimbangan untuk menjaga kondusivitas demokrasi dan pelaksanaan Pilpres.
"Presidential threshold ini nanti kita lihat plus minusnya, presidential threshold yang tanpa adanya batasan partai pengusung untuk mengusung calon presiden, tentunya akan kita atur keputusan yang terkait dengan partai politik peserta pemilu," ungkapnya.
Diketahui, MK telah memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan ini dianggap membuka peluang lebih luas bagi berbagai pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden, menciptakan dinamika baru dalam sistem demokrasi Indonesia.
MK sendiri telah meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi UU Pemilu guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum mendatang.
"Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang berlebihan, sehingga menghindari kerusakan pada hakikat pemilu langsung oleh rakyat," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025) tentang presidential threshold nol persen.
BACA JUGA:MK Menggelar Sidang Sengketa Pilkada 2024 serta KPK Tahan Dirut Taspen