Ramadan Memupuk Sifat Ihsan
Ust Supriandi, M.Pd--radarseluma.bacakoran.co
Seseorang yang bersifat ihsan tidak begitu adanya.
Dia akan tetap istiqamah dalam semua situasi dan kondisi, baik ketika di depan Manusia maupun di belakangnya.
Dia melibatkan Allah SWT dalam detak kalbu, olah pikir, sikap, perkataan, dan perbuatannya.
Sesungguhnya shalatnya, ibadahnya, hidupnya, matinya, murni semata-mata karena Allah SWT sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-An’am ayat 162 Artinya:
"Katakanlah sesungguhnya Sholat ku, ibadahku, hidupku dan mati ku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" (Al - An'am 162)
Ihsan adalah benteng yang tangguh untuk menepis maksiat.
Kalau seseorang benar telah mampu merasakan kehadiran Allah SWT dan oleh sebab itu dia tidak melakukan perilaku keji, itulah ihsan sebagai wujud taqwa yang sebenarnya.
Dengan ungkapan lain, ihsan adalah mengakui kebesaran dan keagungan Allah SWT dalam wujud sikap dan perbuatan yang nyata.
Puasa yang sedang kita jalani saat ini adalah media untuk memperkokoh karakter ihsan dalam diri seseorang. Puasa yang asal katanya dari "shama-yashumu" berarti menahan diri dari makan dan minum, serta hal-hal keji yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan nilai pahala puasa. Menahan diri dari sikap dan perbuatan keji semaksimal mungkin, inilah cara yang digunakan untuk menumbuhkan dan memperkuat karakter ihsan.
Dalam puasa, kejujuran pada diri sendiri itu yang paling dituntut bagi semua orang yang menjalankannya.
Sebab kalau mau makan di siang hari, tidak ada yang melihat karena dia bisa saja makan di rumahnya.