Koranradarseluma.net - Pasar surat utang pemerintah di Indonesia diproyeksikan menghadapi tantangan pada 2025 sejalan peningkatan pasokan dan keterbatasan permintaan domestik.
"Penerbitan surat utang pemerintah pada 2025 kemungkinan akan meningkat signifikan, tetapi rasio bid to cover diperkirakan lebih rendah mencapai 1,2 hingga 2,25 kali dibandingkan 2024 sebesar 1,75 hingga 2,75 kali,” kata analis pendapatan tetap PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Nasrudin kepada Investor Daily, Minggu (8/12/2024).
Ahmad menjelaskan, peningkatan pasokan surat utang dipicu defisit anggaran yang melonjak dari Rp 522,83 triliun pada 2024 menjadi Rp 616,19 triliun pada 2025. Anggaran ini sebagian besar dialokasikan untuk program baru pemerintah, seperti makan bergizi gratis bagi anak-anak dan ibu hamil, serta pembentukan kementerian dan lembaga baru yang memperbesar beban fiskal.
Selain itu, tingginya surat utang pemerintah yang jatuh tempo turut mendorong penerbitan. Pada 2025, surat utang yang jatuh tempo mencapai Rp721,08 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan Rp 433,49 triliun pada 2024. “Refinancing menjadi kebutuhan utama pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal,” tambah Ahmad.
Namun, daya tarik pasar surat utang pemerintah menghadapi persaingan ketat dari instrumen substitusi, seperti Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dengan imbal hasil yang mencapai 7,2% untuk tenor 12 bulan, SRBI menawarkan keuntungan kompetitif dibandingkan surat utang pemerintah dengan tenor serupa, yang hanya 6,54%.
Meski demikian, surat utang Indonesia tetap menarik di pasar Asia Tenggara. Dengan peringkat kredit BBB dan yield 10 tahun yang saat ini mencapai 6,92%, Indonesia menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan Filipina dan Thailand, yang juga memiliki peringkat kredit serupa.
Menurut Ahmad, imbal hasil rata-rata tenor 10 tahun pada 2025 diproyeksikan turun menjadi 6,31%-6,69%. Penurunan ini didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga, meskipun peningkatan pasokan surat utang pemerintah akan menahan penurunan lebih signifikan.