Koranradarseluma.net - Anggota Bawaslu Bengkulu Selatan, M. Arif Hidayat, S.Pd.I menuturkan kembali bahwa TNI, Polri dan PNS terlibat politik tidak diperbolehkan mendukung calon peserta pemilu. Jika tetap nekat terlibat dalam politik praktis, bisa dijerat pidana dan denda.
“Sesuai aturan dalam pasal 71 dan pasal 188 Undang-Undang Pilkada, ditegaskan TNI. Polri, dan PNS tidak boleh terlibat politik praktis. Terbukti mendukung peserta pemilu atau pilkada, maka bisa disanksi pidana penjara minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp 600 ribu,"ujar Arif Hidayat.
Dikatakan Arif, selain sanksi pidana penjara yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada, TNI, Polri atau PNS yang terlibat politik praktis juga bisa dijatuhi sanksi disiplin sesuai dengan Undang-Undang ASN, Undang-Undang TNI, dan Undang-Undang Polri.
"Sangat besar bagi TNI, Polri atau PNS resikonya, jika terlibat langsung dalam politik. Makanya kami tidak bosan-bosannya ingatkan agar tetap menjaga netralitas. Jangan memihak atau mendukung pasangan calon tertentu,"kata Arif.
Ia mengakui bahwa Bawaslu Bengkulu Selatan selalu melakukan pengawasan dilapangan. Dan membuka diri jika ada masyarakat yang ingin melaporkan terkait adanya abdi negara yang tidak netral di pilkada serentak tahun 2024.
Netralitas untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan memastikan pelayanan publik tetap berjalan tanpa konflik kepentingan selama masa kampanye. ASN memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas birokrasi dan pelayanan kepada masyarakat. Namun sebaliknya, ASN terlibat dalam politik praktis, hal ini dapat merusak kepercayaan publik dan memicu konflik kepentingan yang dapat merusak integritas birokrasi. Maka diperlukan komitmen yang kuat.
"Kita Bawaslu akan berihkan tindakan tegas, bila ada abdi negara yang tidak netral di pilkada,"pungkas Arif