Kopi Arabika Sumatra, Produksinya Terus Menurun

Jumat 09 Aug 2024 - 09:54 WIB
Reporter : Bacakoranradarseluma
Editor : Erlin Marfiansya

 

Koranradarseluma.net - Kopi arabika Sumatera produksinya terus menurun. Entah kenapa, belakangan hasilnya tidak lagi seimbang dengan harga jualnya. Kopi arabika Sumatra di ambang kritis. Harganya memang meroket di pasar, tapi petani terpuruk di kebun lantaran hasil panen terus anjlok. Sehingga, harga jual tidak bisa menopang kekurangan produksinya.

Persoalan ini tak kunjung diatasi dari tahun ke tahun. 

Saat ini, produksi kopi arabika di Sumatera hanya 600 kg per hektar per tahun. Jauh dari potensi 2,5 ton. 

Lesunya pertanian kopi arabika Sumatera tampak di berbagai sentra penghasil kopi arabika di dataran tinggi sekeliling Danau Toba, mulai dari Kabupaten Toba, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Samosir, Simalungun, hingga Karo. 

Harga beras kopi (greenbean) yang berkisar Rp 110.000-Rp 120.000 per kg tak membuat petani bergairah. Sebagian besar kebun kopi di daerah itu didominasi tanaman tua, batangnya meranggas, daunnya menguning, dan lahannya dipenuhi gulma.

BACA JUGA:Berangsur Turun, Harga Kopi Kini Tinggal Rp 48 Ribu Per Kg

Lambok Siburian (46), petani kopi di Lintong Nihuta, Humbang Hasundutan, sudah berbulan-bulan tak mengurus kebunnya yang tinggal 1,5 hektar. Mengenakan masker dan mantel hujan, dia menyemprot pestisida di ladang cabai merah yang bersebelahan dengan kebun kopi itu. 

”Dulu ladang ini juga saya tanam kopi, tapi saya babat karena hasilnya sangat rendah dan terus berkurang. Harga kopi memang sedang tinggi, tetapi tetap tak cukup untuk biaya dapur dan sekolah anak karena produksinya sedikit,” kata Lambok. Begitulah nasib para petani penghasil kopi spesialti yang sangat dihargai di pasar dunia.

Nama kopi Lintong diambil dari nama Kecamatan Lintong Nihuta, satu dari enam kecamatan penghasil kopi spesialti di Humbang Hasundutan. Namun, nasib petaninya tidak setenar nama dan cita rasa kopinya yang mendunia. 

Hal serupa dialami kopi Mandheling, kopi spesialti dari Mandailing Natal dan sekitarnya. Dari lahan kopinya, ia panen 80 kg kopi (gabah kering) per bulan. Dengan harga Rp 50.000 per kg, Lambok memperoleh Rp 4 juta per bulan selama dua kali panen raya dalam setahun. 

”Panen raya hanya berlangsung 2-3 bulan. Dari kopi saja, tidak cukup untuk dapur dan biaya sekolah anak,” ujar Lambok. Tanaman kopi diserang hama dan penyakit tanaman, khususnya penggerek buah dan karat daun. Produktivitas kopi yang diserang hama menurun dan harganya murah. 

Kategori :

Terkait