Sikap dan perilaku menahan diri dari perbuatan keji dan munkar, awalnya memang bukan keinginan kita pribadi, tapi karena regulasi puasa.
Namun lambat-laun, sikap menahan diri ini akan menjadi sebuah kebiasaan bagi orang yang berpuasa, pada akhirnya diharapkan menjadi karakter yang melekat dalam dirinya.
Ketika seseorang sudah memiliki karakter ihsan, maka dia akan dapat mengelola batinnya sesuai dengan kehendak Ilahiyah, bukan hawa nafsu.
Satu contoh perilaku ihsan dapat dilihat dari kisah Nabi Yusuf AS.
Suatu saat beliau diajak berbuat tidak senonoh oleh Siti Zulaikha kemudian Nabi Yusuf AS menolak ajakan ini karena takut kepada Allah SWT.
Menurutnya lebih baik difitnah manusia dari pada kehilangan kasih sayang Allah SWT. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 33-34 yang Artinya:
“Yusuf berkata: ‘Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh,
Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 33-34).
Sosok Nabi Yusuf AS sebagai sosok tangguh seperti inilah yang diharapkan, sebagaimana diserukan dalam Surah al-Baqarah ayat 183 di mana orang yang berpuasa menjadi lulusan Ramadhan yang mencapai level taqwa, yakni takwa yang ihsan.
Ketaqwaan yang tidak hanya tunduk dan baik di depan Manusia, tetapi ketaqwaan yang tidak mengenal waktu dan tempat, kapan dan di mana pun.