KPCDI Soroti Efisiensi Anggaran Kesehatan, 1.5 Juta Pasien Ginjal Bakal Terdampak

Minggu 16 Mar 2025 - 06:44 WIB
Reporter : Bacakoranradarseluma
Editor : Erlin Marfiansya

Koranradarseluma.net - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir mengungkapkan kekhawatiran atas kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kekhawatiran ini muncul setelah Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/A/548/2025 tentang strategi pengendalian belanja dengan pemotongan anggaran kesehatan sebesar Rp19,6 triliun.

"Kesehatan merupakan pilar utama dalam pembangunan suatu negara. Ketersediaan layanan kesehatan yang optimal tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu, tetapi juga produktivitas nasional," kata Tony di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (11/3). Ginjal Sedunia 2025, KPCDI memandang perlu adanya peninjauan kebijakan efisiensi anggaran kesehatan secara lebih cermat. Data menunjukkan, pemerintah Indonesia telah menjamin prosedur pencegahan, pemeriksaan, hingga pengobatan bagi 1,5 juta pasien gagal ginjal melalui program Jaminan Kesehatan Nasional.

Kemenkes tercatat telah mengeluarkan Rp2,9 triliun pada 2024 untuk pembiayaan penyakit gagal ginjal kronik, termasuk prosedur transplantasi ginjal. Namun, tantangan utamanya yakni tentang mempertahankan kesehatan ginjal baru melalui ketersediaan obat imunosupresan (Takrolimus) yang stabil dan berkelanjutan pasca operasi transplantasi.

Permasalahan muncul ketika terjadi pergantian merek Takrolimus yang sering terjadi di rumah sakit, menyebabkan variabilitas kadar obat dalam darah pasien dan meningkatkan risiko penolakan akut.

"Keadaan ini memicu pertanyaan, apakah hal ini terjadi akibat dari efisiensi anggaran yang sedang digaungkan oleh Pemerintahan saat ini?" kata Tony. Penelitian Arreola-Guerra menunjukkan perubahan merek Takrolimus berkorelasi dengan peningkatan kejadian penolakan akut pada penerima transplantasi ginjal.

Kondisi penolakan akut tersebut akan mempengaruhi tkesehatan, sehingga menurunkan kualitas kehidupan para penerima transplantasi ginjal. "Temuan ini memperlihatkan bahwa strategi efisiensi anggaran yang mengarah pada penggantian obat non-originator tanpa kontrol ketat dapat berujung pada konsekuensi medis yang serius bagi pasien transplantasi," ujar Tony. Tony juga menaruh kekhawatiran bahwa keterbatasan anggaran juga akan berdampak pada ketersediaan fasilitas laboratorium untuk pemantauan kondisi pasien.

Pada akhirnya, dia menilai diperlukan sinergi antara seluruh pemangku kepentingan dalam menyediakan sistem kesehatan berkelanjutan guna mencegah komplikasi lebih serius. "Dengan adanya pemotongan anggaran, kemungkinan besar akses terhadap pemeriksaan ini akan semakin terbatas dan dapat meningkatkan risiko komplikasi pada pasien," tambahnya. Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono memastikan efisiensi anggaran tidak akan mengganggu kualitas layanan.

Kualitas pelayanan kesehatan tidak akan terganggu dan tindakan-tindakan life saving akan tetap terlaksana sebagaimana mestinya," ujar Dante. Dante pun menjawab pertanyaan dari tema diskusi publik yang mempertanyakan transplantasi ginjal bukan sekadar angan di tengah isu pemotongan anggaran. Dia pun menegaskan transplantasi ginjal bukan sekadar angan, dan dipastikan akan terus diupayakan agar terwujud. "Saya akan jawab ini adalah harapan dan akan kita wujudkan bersama," ucap Dante tegas.

Kategori :