Sengketa Tapal Batas Seluma–Bengkulu Selatan Belum Usai, Pemkab Desak Tinjau Ulang Permendagri
Pj Sekda Seluma, deddy ramdhani-Tri Suparman-Koranradarseluma.net
Koranradarseluma.net - Sengketa tapal batas antara Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) belum juga menemui titik akhir. Meskipun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penegasan Batas Daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seluma tetap bersikukuh agar regulasi tersebut ditinjau ulang.
Pemkab Seluma menilai, penetapan batas wilayah sebagaimana tertuang dalam Permendagri tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seluma dan Kaur. Oleh karena itu, Pemkab mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh agar batas wilayah disesuaikan kembali dengan dasar hukum pembentukan daerah.
"Menindaklanjuti hasil rapat di tingkat provinsi, Pak Bupati Seluma sudah bersurat kepada Bupati Bengkulu Selatan untuk menyepakati peninjauan kembali Permendagri itu. Harapannya, aturan tersebut bisa direvisi agar mengikuti garis kewedanaan sebagaimana tercantum dalam undang-undang," sampai Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Seluma, Deddy Ramdhani, SE MSE MA.
Menurut Deddy, berdasarkan Permendagri Nomor 9 Tahun 2020, secara administratif tidak ada desa di Kabupaten Seluma yang dihapus. Namun, sebagian wilayah di beberapa desa di Kecamatan Semidang Alas dan Semidang Alas Maras mengalami pengurangan. Karena sebagian lahannya masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Bengkulu Selatan.
"Kalau desanya tidak hilang, tapi sebagian wilayah desa memang berkurang," terangnya.
Sebelumnya, pada Senin, 29 September 2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu telah memfasilitasi rapat koordinasi penyelesaian sengketa tapal batas antara Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan. Rapat tersebut dihadiri oleh Bupati Bengkulu Selatan, H Rifai Tajudin, Bupati Seluma, Teddy Rahman, SE MM. Serta Asisten I Setda Pemprov Bengkulu Khairil Anwar yang memimpin jalannya pertemuan.
Dalam kesempatan itu, Khairil menegaskan bahwa proses penegasan batas daerah tetap harus berpedoman pada regulasi resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, dirinya juga mengingatkan bahwa hak-hak masyarakat di wilayah terdampak harus tetap menjadi prioritas utama. Terutama dalam hal pelayanan dasar seperti pendidikan, sosial dan kesehatan.
