Bacoan Jemo Kito – Tradisi bajapuik merupakan salah satu ciri khas dalam pernikahan adat Minangkabau, khususnya di daerah Pariaman, Sumatera Barat. Tradisi ini memiliki makna yang dalam dan berkaitan erat dengan sistem kekerabatan matrilineal yang dianut oleh masyarakat setempat.
BACA JUGA:Bagi Kamu Yang Tidak Suka Pare Karena Pahit, Wajib Coba Keripik Pare Anti Pahit
Bajapuik, yang dalam bahasa setempat berarti "menjemput," merujuk pada prosesi di mana pihak perempuan menjemput calon pengantin pria dengan membawa sejumlah uang yang dikenal sebagai uang japuik. Tradisi ini diyakini bermula ketika Pariaman menjadi daerah pertama di Sumatera Barat yang menerima ajaran Islam. Dalam konteks ini, uang japuik bukanlah untuk "membeli" pria, melainkan sebagai simbol penghormatan dan pengakuan terhadap derajat calon suami
BACA JUGA:Tenaga UKS Wajib Kantongi SK Dinkes
Tradisi ini terinspirasi oleh kisah pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah, di mana Khadijah memberikan harta kepada Rasulullah untuk menghormati dan mengangkat derajat beliau. Hal ini mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang mendasari adat Minangkabau, yang berpegang pada pepatah "adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah," yang berarti seluruh adat bersendikan pada ajaran Islam
Dalam pelaksanaan tradisi bajapuik, keluarga perempuan akan menjemput pihak laki-laki dengan penuh rasa hormat. Proses ini melibatkan peran penting dari ninik mamak (paman) yang akan memastikan bahwa semua persiapan dilakukan dengan baik. Uang japuik yang diberikan biasanya akan dikembalikan dalam bentuk perhiasan kepada pihak perempuan, sering kali dengan jumlah yang lebih besar