BENGKULU SELATAN - Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Bengkulu Selatan, Bappeda LitBang, Dinas PPKBP3A, Dinas Kesahatan Bengkulu Selatan melaksanakan kegiatan Monitoring Keluarga Resiko Stunting ( KRS) di Desa Lawang Agung Kecamatan Kedurang di dampingi TIm Pendamping Keluarga (TPK) dan PKB kecamatan Kedurang.
Yang mana dimaksut keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor risiko stunting yang terdiri dari keluarga yang memiliki anak remaja puteri/calon pengantin/Ibu Hamil/anak usia 0-23 bulan/anak usia 24-59 bulan berasal dari keluarga miskin, pendidikan orang tua rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan air minum tidak layak.
"Untuk menurunkan stunting diperlukan intervensi spesifik sebesar 30 % dan intervensi sensitive sebesar 70 %. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor pendukung dalam upaya percepatan penurunan stunting dengan pendekatan keluarga berisiko stunting,"ungkap Wabup Bengkulu Selatan, Rifa'i Tajudin,S.Sos yang jugau menjabat ketua tim penurunan stunting BS.
"Saya mengajak masyarakat mendukung percepatan penurunan stunting dimana melalui pendekatan keluarga berisiko stunting,"pungkas Rifa'i.
BACA JUGA:Akhirnya, Harga Cabai Merah Berangsur Turun
BACA JUGA:Merugi dan Minim Modal, Ratusan Kios Sekundang Tutup
Dikatakan Rifa'i, dampak yang paling terlihat dari stunting adalah panjang badan bayi yang cenderung lebih pendek daripada anak sebayanya. Namun, masalah gizi kronis tidak hanya mengaruh pertumbuhan badan saja, tapi juga berdampak serius pada kemampuan kognitif dan akademisnya ketika si kecil sudah siap masuk sekolah.
"Asupan gizi yang tidak mencukupi juga mempengaruhi perkembangan otak bayi, bahkan sejak dalam kandungan ibu, sehingga dapat berisiko lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan pada bayi,"gumam Rifa'i.
Stunting dapat menimbulkan dampak yang cukup fatal bagi masa depan bayi. Sebab, kerusakan fisik, kognitif, dan mental akibat stunting pada usia dini, terutama 1000 hari pertama kehidupan, sifatnya tidak bisa diperbaiki.